Total Tayangan Halaman

Rabu, 06 Juli 2011

Khadijah binti Khuwailid: Sang Wanit Agung

Khadijah dilahirkan pada tahun
68 sebelum Hijriyah, di sebuah
keluarga yang mulia dan
terhormat. Dia tumbuh dalam
suasana yang dipenuhi dengan
perilaku terpuji. Ulet, cerdas dan penyayang merupakan
karakter khusus
kepribadiannya. Sehingga
masyarakat di zaman Jahiliyah
menjulukinya sebagai At-
Thahirah (seorang wanita yang suci). Selain itu, Khadijah juga
berprofesi sebagai pedagang
yang mempunyai modal
sehingga bisa mengupah orang
untuk menjalankan usahanya.
Kemudian Khadijah akan membagi keuntungan dari
perolehan usaha tersebut.
Rombongan dagang miliknya
juga seperti umumnya
rombongan dagang kaum
Quraisy lainnya. Lalu, suatu saat dia mendengar
tentang Rasulullah SAW,
sesuatu yang menarik
perhatian Khadijah tentang
kejujuran, amanah, dan
kemuliaan akhlak beliau. Pada saat itu, Abu Thalib
berkata pada keponakannya,
Muhammad SAW, “Aku adalah orang yang tidak mempunyai
harta sedangkan kebutuhan
zaman semakin hari semakin
mendesak. Umur telah kita
lalui dengan sia-sia tanpa ada
harta dan perniagaan. Lihatlah Khadijah, dia mampu
mengutus beberapa orang
untuk menjalankan niaganya,
sehingga mereka
mendapatkan hasil dari barang
yang diniagakan. Andai engkau datang kepadanya
(untuk menjalankan niaganya)
dengan keutamaanmu
dibandingkan yang lainnya,
tentu tidak akan ada yang
menyaingimu, terutama sekali dengan kesucianmu.” Kemudian Khadijah
memberikan pekerjaan
kepada Rasulullah agar
menjalankan barang
dagangannya ke negeri Syam
dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi
modal yang cukup besar
dibandingkan lainnya.
Rasulullah menerima
pekerjaan tersebut dan disertai
Maisarah menuju kota Syam. Sesampainya di negeri tersebut
beliau mulai menjual barang
dagangannya, dan kemudian
hasil dari penjualan tersebut
beliau belikan barang lagi
untuk dijual di Makkah. Setelah misi dagangnya selesai,
beliau bergabung dengan
kafilah kembali ke Makkah
bersama Maisarah. Keuntungan
yang didapatkan Rasulullah
sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah
menambahkan bonus untuk
beliau dari hasil penjualan
tersebut. Sesampainya di Makkah,
Maisarah menceritakan
perilaku baik Rasulullah yang
dilihatnya dengan mata kepala
sendiri. Khadijah merasa
tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah
untuk datang pada Rasulullah.
Dan menyampaikan pesannya
untuk beliau. “Wahai anak pamanku, aku senang
kepadamu karena
kekerabatan, kekuasaan
terhadap kaummu,
amanahmu, kepribadianmu
yang baik, dan kejujuran perkataanmu. ” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya
kepada Rasulullah. Rasulullah menceritakan
perihal ini kepada para
pamannya. Tidak lama
kemudian Hamzah bin Abdul
Muthalib bersama Rasulullah
datang pada Khuwailid bin Asad, bermaksud meminang
putrinya itu untuk Rasulullah. Kemudian Khuwailid berkata,
“Dia itu kuda yang tidak dicocok
hidungnya. ” (Maksudnya, seorang yang mulia). Rasulullah kemudian menikahi
Khadijah dan memberinya dua
puluh unta muda. Saat itu
Khadijah berumur 40 tahun
dan Rasulullah berumur 25
tahun. Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi
SAW dan beliau tidak menikah
dengan siapa pun kecuali
setelah Khadijah meninggal
dunia. Dari Khadijah lahirlah
Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum
dan Fatimah. Saat menerima risalah
kenabian, Khadijah merupakan
orang pertama yang percaya
kepada Allah dan Rasul beserta
ajaran-ajaran-Nya. Nabi
Muhammad pun tidak menghiraukan berbagai
ancaman dan propaganda yang
datangnya dari kaum
musyrikin. Karena
disampingnya terdapat sang
kekasih pilihan Allah yang dengan setia mendampingi dan
memperkuat aktifitas
dakwahnya, sehingga terasa
ringan beban yang diemban
dan ringan pula menghadapi
cobaan apa pun yang dilakukan oleh kaumnya. Setelah menerima wahyu
pertama di Gua Hira, Rasulullah
kembali ke rumah dengan
perasaan takut seraya berkata
kepada Khadijah, ”Selimuti aku! Selimuti aku !” Maka Khadijah menyelimutinya
hingga hilang perasaan
takutnya itu. Beliau
menceritakan semua yang
telah terjadi. “Aku khawatir pada diriku,” kata Rasulullah. Khadijah menjawab, “Tidak perlu khawatir, Allah tidak
akan pernah menghinakanmu,
sesungguhnya engkau orang
yang menjaga tali silaturrahmi,
senantiasa mengemban
amanah, berusaha memperoleh sesuatu yang tiada, selalu
menghormati tamu dan
membantu orang-orang yang
berhak untuk dibantu. ” Khadijah mengajak suaminya
menemui Waraqah bin Naufal,
sepupunya yang memeluk
agama Nasrani di zaman
Jahiliyah dan menulis buku
Injil dengan bahasa Ibrani. “Dengarkan sepupuku, kata- kata dari keponakanmu ini !” kata Khadijah. “Wahai keponakanku, apa yang engkau lihat ?” tanya Waraqah pada Muhammad
SAW. Rasulullah menceritakan
tentang apa yang telah
dilihatnya. Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat yang telah Allah
turunkan kepada Nabi Musa.
Andai aku dapat bertahan, aku
berharap masih hidup ketika
kaummu mengusirmu.” Rasulullah bertanya, “Kenapa mereka mengusirku ?” “Tidak seorang pun yang datang dengan sesuatu
sebagaimana yang kau emban
ini kecuali dimusuhi oleh
kaumnya. Jika aku masih
hidup sampai pada harimu,
tentu aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh,” jawabnya. Waraqah tidak sempat terlibat
dalam aktifitas dakwah Nabi,
karena keburu meninggal
dunia dan tidak sempat
mendengarkan ajaran wahyu
yang diturunkan pada Muhammad SAW. Rasulullah dan Khadijah tetap
berdiam di Makkah dan
melakukan shalat secara
rahasia dengan kehendak
Allah. Khadijah memang
sangat dicintai dan dihormati oleh Rasulullah. Beliau juga
tidak pernah berselisih dengan
apa yang dikatakan Khadijah
pada beliau, terutama pada
saat sebelum wahyu turun. Bahkan walau Khadijah telah
tiada, Rasulullah selalu
menyebut-nyebutnya dalam
setiap kesempatan, dan tidak
bosan-bosan memujinya.
Sehingga Aisyah, Ummul Mukminin, merasa cemburu.
Sampai suatu saat, Aisyah
berkata pada Rasulullah,
“Allah telah mengganti wanita tua itu.” Tentu saja Rasulullah
tersinggung dengan ucapan
Aisyah ini, hingga ia berkata
pada dirinya, “Ya Allah, hilangkanlah perasaan marah
Rasulullah terhadapku dan aku
berjanji untuk tidak lagi
menjelek-jelekkan Khajidah. ” Aisyah pernah berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada
istri-isrti Rasulullah kecuali
pada Khadijah. Walaupun aku
tidak pernah melihatnya, akan
tetapi Rasulullah sering
menyebutnya setiap saat. Ketika beliau memotong
kambing, tak lupa beliau
sisihkan dari sebagian daging
tersebut untuk kerabat-
kerabat Khadijah. Ketika aku
katakan, seakan-akan tidak ada wanita di dunia ini selain
Khadijah. Beliau berkata,
sesungguhnya dia telah tiada
dan dari rahimnya aku dapat
keturunan. ” Aisyah berkata, “Dulu Rasulullah SAW setiap keluar
rumah, hampir selalu
menyebut Khadijah dan
memujinya. Pernah suatu hari
beliau menyebutnya sehingga
aku merasa cemburu. Aku berkata, ‘Apakah tiada orang lagi selain wanita tua itu.
Bukankah Allah telah
menggantikannya dengan
yang lebih baik?’ Lalu, Rasulullah marah hingga
bergetar rambut depannya
karena amarah dan berkata,
‘Tidak, demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik darinya.
Dia percaya padaku di saat
semua orang ingkar, dan
membenarkanku di kala
orang-orang mendustakanku,
menghiburku dengan hartanya ketika manusia telah
mengharamkan harta
untukku. Dan Allah telah
mengaruniaiku dari rahimnya
beberapa anak di saat istri-
istriku tidak membuahkan keturunan. ’ Kemudian Aisyah berkata, ‘Aku bergumam pada diriku bahwa aku tidak akan
menjelek-jelekannya lagi
selamanya. ” Khadijah, seorang tangan
kanan Rasulullah yang
senantiasa membantu beliau
dalam menjalankan dakwah
dan menyebarkan ajaran-
ajarannya, meninggal pada tahun ke-3 sebelum Hijrah di
kota Makkah pada usia 65
tahun. Di saat ajal
menjemputnya, Rasulullah
menghampiri Khadijah sembari
berkata, “Engkau pasti tidak menyukai apa yang aku lihat
saat ini, sedangkan Allah telah
menjadikan dalam sesuatu
yang tidak engkau kehendaki
itu sebagai kebaikan. ” Saat pemakamannya,
Rasulullah turun ke liang lahat
dan dengan tangannya sendiri
memasukkan jenazah
Khadijah. Wafatnya Khadijah
merupakan musibah besar, di mana setelahnya diikuti
berbagai musibah dan
peristiwa yang datangnya
secara beruntun. Rasulullah
SAW memikul beban dengan
penuh ketabahan dan kesabaran demi mencapai
ridha Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar