Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Juli 2011

KEAGUNGAN BULAN RAMADHAN

[1] KEDUDUKAN SHAUM RAMADHAN

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…”


Kewajiban Bagi Kaum yang Beriman

Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 183)

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380)

Ketika menjelaskan ayat di atas beliau mengatakan, “Allah mengarahkan pembicaraannya (di dalam ayat ini, pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keimanan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga karena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Namun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan karena meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380-381)

Menunaikan kewajiban merupakan ibadah yang sangat utama, karena kewajiban merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda membawakan firman Allah ta’ala (dalam hadits qudsi),
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…” (HR. Bukhari [6502] dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

An-Nawawi mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mengerjakan kewajiban lebih utama daripada mengerjakan amalan yang sunnah.” (Syarh Arba’in li An-Nawawi yang dicetak dalam Ad-Durrah As-Salafiyah, hal. 265)

Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat pokok yang sangat agung yaitu kewajiban harus didahulukan sebelum perkara-perkara yang sunnah. Dan ia juga menunjukkan bahwa amal yang wajib itu lebih dicintai Allah dan lebih banyak pahalanya.” (Bahjat Al-Qulub Al-Abrar, hal. 116)

Al-Hafizh mengatakan, “Dari sini dapat dipetik pelajaran bahwasanya menunaikan kewajiban-kewajiban merupakan amal yang paling dicintai oleh Allah.” (Fath Al-Bari, 11/388)

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Amal-amal wajib lebih utama daripada amal-amal sunnah. Menunaikan amal yang wajib lebih dicintai Allah daripada menunaikan amal yang sunnah. Ini merupakan pokok agung dalam ajaran agama yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’at dan ditetapkan pula oleh para ulama salaf.” Kemudian beliau menyebutkan hadits di atas. Setelah itu beliau mengatakan, “Maka hadits ini memberikan penunjukan yang sangat gamblang bahwa amal-amal wajib lebih mulia dan lebih dicintai Allah daripada amal-amal sunnah.” Kemudian beliau menukil ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar di atas (lihat Tajrid Al-Ittiba’ fi Bayan Tafadhul Al-A’maal, hal. 34)


[2] KEUTAMAAN SHAUM

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi…”

Menghapuskan Dosa-Dosa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari [38, 1901, 2014] dan Muslim [760] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dengan iman di sini adalah meyakini wajibnya puasa yang dia lakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengharapkan pahala/ihtisab adalah keinginan mendapatkan balasan pahala dari Allah ta’ala (Fath Al-Bari, 4/136)
An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang populer di kalangan para ulama ahli fikih menyatakan bahwa dosa-dosa yang terampuni dengan melakukan puasa Ramadhan itu adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar (lihat Al-Minhaj, 4/76). Hal itu sebagaimana tercantum dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu. Ibadah Jum’at yang satu dengan ibadah jum’at berikutnya. Puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya. Itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim [233])

Di dalam kitab Shahihnya, Bukhari membuat sebuah bab yang berjudul ‘Shalat lima waktu sebagai penghapus dosa’ kemudian beliau menyebutkan hadits yang senada, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا
“Bagaimana menurut kalian kalau seandainya ada sebuah sungai di depan pintu rumah kalian dan dia mandi di sana sehari lima kali. Apakah masih ada sisa kotoran yang ditinggalkan olehnya?” Para sahabat menjawab, “Tentu saja tidak ada lagi kotoran yang masih ditingalkan olehnya.” Maka beliau bersabda, “Demikian itulah perumpamaan shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Bukhari [528] dan Muslim [667])

Ibnu Hajar mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini lebih luas daripada dosa kecil maupun dosa besar. Akan tetapi Ibnu Baththal mengatakan, ‘Dari hadits ini diambil kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah khusus dosa-dosa kecil saja, sebab Nabi menyerupakan dosa itu dengan kotoran yang menempel di tubuh. Sedangkan kotoran yang menempel di tubuh jelas lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan bekas luka ataupun kotoran-kotoran manusia.’”
Meskipun demikian, Ibnu Hajar membantah ucapan Ibnu Baththal ini dengan menyatakan bahwa yang dimaksud oleh hadits bukanlah kotoran ringan yang sekedar menempel di badan, namun yang dimaksudkan adalah kotoran berat yang benar-benar sudah melekat di badan. Penafsiran ini didukung oleh bunyi riwayat lainnya yang dibawakan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri dengan sanad la ba’sa bihi yang secara tegas menyebutkan hal itu.

Oleh sebab itulah Al-Qurthubi mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa melakukan shalat lima waktu itulah yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa, akan tetapi makna ini janggal. Namun terdapat hadits lain yang diriwayatkan sebelumnya oleh Muslim dari penuturan Al-Alla’ dari Abu Hurairah secara marfu’ Nabi bersabda, ‘Shalat yang lima waktu adalah penghapus dosa di antara shalat-shalat tersebut selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Berdasarkan dalil yang muqayyad (khusus) ini maka hadits lain yang muthlaq (umum) harus diartikan kepada makna ini.” (lihat Fath Al-Bari, 2/15)

Hadits-hadits yang menyebutkan tentang penghapusan dosa karena amal kebaikan di atas sesuai dengan kandungan firman Allah ta’ala,
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya amal-amal kebaikan itu akan menghapuskan dosa-dosa.” (Qs. Huud [11]: 114)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah menyatakan bahwa mengerjakan amal-amal kebaikan akan dapat menghapuskan dosa-dosa di masa silam…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 4/247). Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di dalam ayat di atas adalah dosa-dosa kecil (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 391)

Sebagaimana Allah juga menjadikan tindakan menjauhi dosa-dosa besar sebagai sebab dihapuskannya dosa-dosa kecil. Allah berfirman,
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang kepada kalian niscaya Kami akan menghapuskan dosa-dosa kecil kalian dan Kami akan memasukkan kalian ke dalam tempat yang mulia (surga).” (Qs. An-Nisaa’ [4]: 31)

Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa definisi yang paling tepat untuk dosa besar adalah segala bentuk pelanggaran yang diberi ancaman hukuman khusus (hadd) di dunia atau ancaman hukuman tertentu di akhirat atau ditiadakan status keimanannya atau timbulnya laknat karenanya atau Allah murka kepadanya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan ucapan Ibnu Abbas mengenai firman Allah di atas. Ibnu Abbas mengatakan, “Dosa besar adalah segala bentuk dosa yang berujung dengan ancaman neraka, kemurkaan, laknat, atau adzab.” (HR. Ibnu Jarir, disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 2/202)

Ibnu Abi Hatim menuturkan: Abu Zur’ah menuturkan kepada kami: Utsman bin Syaibah menuturkan kepada kami: Jarir menuturkan kepada kami riwayat dari Mughirah. Dia (Mughirah) mengatakan, “Tindakan mencela Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma juga termasuk dosa besar.” Ibnu Katsir mengatakan, “Sekelompok ulama bahkan berpendapat kafirnya orang yang mencela Sahabat, ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Malik bin Anas rahimahullah.” Muhammad bin Sirin mengatakan, “Aku tidaklah mengira bahwa ada seorang pun yang menjatuhkan nama Abu Bakar dan Umar sementara dia adalah orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi). (lihat keterangan ini dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)

Qatadah mengatakan tentang makna ayat di atas, “Allah hanya menjanjikan ampunan bagi orang yang menjauhi dosa-dosa besar.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)
Termasuk bagian dari menjauhi dosa besar ialah dengan senantiasa menunaikan kewajiban yang apabila ditinggalkan maka pelakunya terjerumus dalam dosa besar seperti halnya meninggalkan shalat, meninggalkan shalat Jum’at, atau meninggalkan puasa Ramadhan (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176)


Memasukkan ke Dalam Surga

Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan rambutnya acak-acakan. Dia mengatakan,
“Wahai Rasulullah. Beritahukan kepadaku tentang shalat yang Allah wajibkan untuk kukerjakan?”
Beliau menjawab,
“Shalat lima waktu, kecuali kalau kamu mau menambahnya dengan shalat sunnah.”

Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku puasa yang Allah wajibkan untukku?”
Beliau menjawab,
“Puasa di bulan Ramadhan, kecuali kalau kamu mau menambah dengan puasa sunnah.”

Lalu dia berkata,
“Beritahukan kepadaku zakat yang Allah wajibkan untukku.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitahukan kepadanya syari’at-syari’at Islam.

Orang itu lalu mengatakan, “Demi Dzat yang telah memuliakan anda dengan kebenaran. Aku tidak akan menambah sama sekali, dan aku juga tidak akan menguranginya barang sedikitpun dari kewajiban yang Allah bebankan kepadaku.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Dia beruntung jika dia memang jujur.”
Atau beliau mengatakan,
“Dia akan masuk surga jika dia benar-benar jujur/konsekuen dengan ucapannya itu.” (HR. Bukhari [46, 1891, 2678, dan 9656] dan Muslim [11]).


Membentengi Pelakunya Dari Perbuatan Buruk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
“Puasa adalah perisai, maka janganlah dia berkata kotor dan bertindak dungu. Kalau pun ada orang yang mencela atau mencaci maki dirinya hendaknya dia katakan kepadanya, “Aku sedang puasa.” Dua kali. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi. (Allah berfirman) ‘Dia rela meninggalkan makanannya, minumannya, dan keinginan nafsunya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.’ Setiap kebaikan itu pasti dilipatgandakan sepuluh kalinya.” (HR. Bukhari [1894] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dengan kata-kata kotor (rofats) di dalam hadits ini adalah ucapan yang keji. Kata rofats juga terkadang dimaksudkan untuk menyebut jima’ beserta pengantar-pengantarnya. Atau bisa juga maknanya lebih luas daripada itu semua (Fath Al-Bari, 4/123)

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ini bukan berarti di selain waktu puasa orang boleh mengucapkan kata-kata kotor. Hanya saja ketika sedang berpuasa maka larangan terhadap hal itu semakin keras dan semakin tegas (Fath Al-Bari, 4/124)
Kata rofats dengan makna jima’ bisa dilihat dalam ayat,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Dihalalkan untuk kalian pada malam (bulan) puasa melakukan rafats (jima’) kepada isteri-isteri kalian.” (Qs. Al-Baqarah [2] : 187)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata rofats di dalam ayat ini maksudnya adalah jima’. Inilah tafsiran Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Thawus, Salim bin Abdullah, Amr bin Dinar, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Adh-Dhahhaak, Ibrahim An-Nakha’i, As-Suddi, Atha’ Al-Khurasani, dan Muqatil bin Hayan (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 1/286)
Dan yang dimaksud dengan bau mulut -orang yang puasa- tersebut adalah bau mulut yang timbul akibat berpuasa, bukan karena sebab yang lain (Fath Al-Bari, 4/125).

Sedangkan yang dimaksud dengan ‘keinginan nafsunya’ di dalam hadits ini adalah hasrat untuk berjima’, sebab penyebutannya digandengkan dengan makan dan minum (Fath Al-Bari, 4/126)


Sebuah Pintu Khusus di Surga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk Surga melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya…” (HR. Bukhari [1896] dari Sahl radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dalam hadits dengan orang yang rajin puasa bukanlah orang yang hanya mengerjakan puasa dan tidak mengerjakan shalat, sebab orang seperti ini tidak akan masuk surga akibat kekafirannya (meninggalkan shalat, pen). Akan tetapi yang dimaksud adalah kaum muslimin yang banyak-banyak berpuasa maka dia akan dipanggil agar melalui pintu tersebut. Sehingga setiap penghuni surga akan memasuki surga melalui pintu-pintunya yang berjumlah delapan (lihat Syarh Riyadhush Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 3/388-389)

Masing-masing pintu di surga memiliki kekhususan. Hal itu sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya,
مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلَى مَنْ دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ كُلِّهَا قَالَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُم
“Barangsiapa yang berinfak dengan sepasang hartanya di jalan Allah maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Hai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Maka orang yang termasuk golongan ahli shalat maka ia akan dipanggil dari pintu shalat. Orang yang termasuk golongan ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad. Orang yang termasuk golongan ahli puasa akan dipanggil dari pintu Ar-Royyan. Dan orang yang termasuk golongan ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”
Ketika mendengar hadits ini Abu Bakar pun bertanya, “Ayah dan ibuku sebagai penebus anda wahai Rasulullah. Apa lagi yang akan dicari oleh orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu, mungkinkah ada orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut?” Maka beliau pun menjawab, “Iya ada. Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka.” (HR. Bukhari [1897 dan 3666] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Al-Qadhi menukil ucapan Al-Harawi ketika menerangkan makna ’sepasang hartanya’: Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ’sepasang harta’ adalah dua ekor kuda, dua orang budak, atau dua ekor onta (Al-Minhaj oleh An-Nawawi, 4/351). Sedangkan yang dimaksud dengan berinfak di jalan Allah dalam hadits ini mencakup berinfak untuk segala bentuk amal kebaikan, bukan khusus untuk jihad saja (Al-Minhaj, 4/352).

Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap orang yang beramal akan dipanggil dari pintunya masing-masing. Hal ini didukung dengan hadits dari jalur lain juga dari Abu Hurairah yang mengungkapkannya secara tegas, Nabi bersabda,
لِكُلِّ عَامِل بَاب مِنْ أَبْوَاب الْجَنَّة يُدْعَى مِنْهُ بِذَلِكَ الْعَمَل
“Bagi setiap orang yang beramal terdapat sebuah pintu khusus di surga yang dia akan dipanggil melalui pintu tersebut karena amal yang telah dilakukannya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih, demikian kata Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari, 7/30)

Hadits ini juga menunjukkan betapa mulia kedudukan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Sebab Nabi mengatakan di akhir hadits ini, “Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka -yaitu orang yang dipanggil dari semua pintu surga-.” Para ulama mengatakan bahwa harapan dari Allah atau Nabi-Nya pasti terjadi. Dengan pernyataan ini maka hadits di atas termasuk kategori hadits yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Hadits ini juga menunjukkan bahwa betapa sedikit orang yang bisa mengumpulkan berbagai amal kebaikan di dalam dirinya (Fath Al-Bari, 7/31).

Abu Bakar adalah orang yang memiliki berbagai bentuk amal shalih dan ketaatan. Hal itu terbukti sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?”. Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”. Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim [1027 dan 1028] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, “Tidaklah Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau sholat, akan tetapi karena sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya.” Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat terhadap (sesama) makhluk-Nya.” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, hal. 102)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, akan baiklah seluruh anggota tubuh. Dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari [52] dan Muslim [1599] dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma)

Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan gerak-gerik anggota badan manusia, kemauan dirinya untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, kesanggupannya meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat (ketidakjelasan) adalah sangat tergantung pada gerak-gerik hatinya. Apabila hatinya bersih, yaitu tatkala di dalamnya tidak ada selain kecintaan kepada Allah dan kecintaan terhadap apa-apa yang dicintai Allah, rasa takut kepada Allah dan khawatir terjerumus dalam hal-hal yang dibenci-Nya, maka niscaya akan menjadi baik pula gerak-gerik seluruh anggota badannya. Dari sanalah tumbuh sikap menjauhi segala macam keharaman dan sikap menjaga diri dari perkara-perkara syubhat untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan…” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, hal. 93)

An-Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan penegasan agar bersungguh-sungguh dalam upaya memperbaiki hati dan menjaganya dari kerusakan.” (Al-Minhaj, 6/108)

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah, “Poros baik dan rusaknya (amalan) adalah bersumber dari hati. Apabila hatinya baik maka seluruh tubuh juga akan baik. Dan jika ia rusak, maka seluruh anggota tubuh akan ikut rusak. Dari faidah ini muncul perkara yang lain yaitu : sudah semestinya memperhatikan masalah hati lebih daripada perhatian terhadap masalah amal anggota badan. Sebab hati adalah poros amalan. Dan hati itulah yang nanti pada hari kiamat akan menjadi objek utama ujian yang ditujukan kepada manusia. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apakah mereka tidak mengetahui ketika mayat yang ada di dalam kubur dibangkitkan dan dikeluarkan apa-apa yang tersembunyi di dalam dada.” (Qs. Al-’Adiyat: 9-10). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha Kuasa untuk mengembalikannya. Pada hari itu akan diuji perkara-perkara yang tersembunyi (di dalam hati).” (Qs. Ath-Thariq: 8-9). Maka sucikanlah hatimu dari kesyirikan, kebid’ahan, dengki dan perasaan benci kepada kaum muslimin, serta (bersihkanlah hatimu) dari akhlak-akhlak dan keyakinan lainnya yang bertentangan dengan syari’at, karena yang menjadi pokok segala urusan adalah hati.” (Syarh Arba’in, hal. 113)

Beliau juga mengatakan, “Apabila Allah di dalam kitab-Nya, serta Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya juga telah menegaskan agar memperbaiki niat, maka wajib bagi setiap manusia untuk memperbaiki niatnya dan memperhatikan adanya keragu-raguan yang tertanam di dalam hatinya untuk kemudian dilenyapkan olehnya menuju keyakinan. Lantas bagaimanakah caranya?”

Beliau melanjutkan, “Hal itu dapat ditempuh dengan cara memperhatikan ayat-ayat. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam sungguh-sungguh terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal pikiran.” (Qs. Ali ‘Imran: 190). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di langit dan di bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman, begitu juga dalam penciptaan diri kalian dan hewan-hewan melata yang bertebaran adalah tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Qs. Al-Jatsiyah: 4). Maka silakan anda perhatikan ayat-ayat Allah yang lain.”

“Kemudian apabila syaitan membisikkan di dalam hati anda keragu-raguan, perhatikanlah ayat-ayat Allah, perhatikan alam semesta ini siapakah yang telah mengaturnya, perhatikanlah bagaimana keadaan bisa berubah-ubah, bagaimana Allah mempergilirkan perjalanan hari di antara umat manusia sampai anda benar-benar yakin bahwa alam ini memiliki pengatur yang maha bijaksana (yaitu Allah) ‘azza wa jalla…” (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/41)

100 Langkah Hidup Bahagia Dunia Akhirat, InsaAllah

1. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
2. Sabar apabila mendapat kesulitan;
3. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
4. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
5. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
6. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
7. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
8. Jangan usil dengan kekayaan orang;
9. Jangan hasud dan iri atas kesuksesan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksesan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambisius akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan bekeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri;
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah dan di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do'a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila
karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syetan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Bersihkan harta dari hak-hak orang lain;
42. Berlakulah adil dalam segala urusan;
43. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Bersihkan rumah dari patung-patung berhala;
45. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
46. Perbanyak silaturahmi;
47. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
48. Bicaralah secukupnya;
49. Beristri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
50. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
51. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
52. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
53. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
54. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
55. Hormatilah kepada guru dan ulama;
56. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
57. Cintai keluarga Nabi saw;
58. Jangan terlalu banyak hutang;
59. Jangan terlampau mudah berjanji;
60. Selalu ingat akan saat kematian dan sadar bahwa kehidupan
dunia adalah kehidupan sementara;
61. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
seperti mengobrol yang tidak berguna;
62. Bergaullah dengan orang-orang shaleh;
63. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
64. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
65. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
66. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan
dengan kejahatan lagi;
67. Jangan membenci seseorang karena paham dan pendirian;
68. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
69. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuai pilihan;
70. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan;
71. Jangan melukai hati orang lain;
72. Jangan membiasakan berkata dusta;
73. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
74. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
75. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
76. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita;
77. Jangan membuka aib orang lain;
78. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih
  berprestasi dari kita;                      
79. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
80. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
81. Jangan minder karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
82. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama, bangsa dan negara;
83. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
84. jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
85. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
86. Hargai prestasi dan pemberian orang;
87. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
88. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan;
89. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan 
kondisi diri kita;
90. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisik atau mental kita menjadi
terganggu;
91. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
92. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai- pandailah untuk
melupakan jasa kita;
93. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan
jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain
terhina;
94. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut
teman kita, sebelum dicek kebenarannya;
95. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
96. Sambutlah uluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban
dan keramahan dan tidak berlebihan;
97. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang di luar
kemampuan diri;
98. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tantangan.
Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
99. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan
setiap kejahatan akan melahirkan kerusakan;
100. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya
dengan memiskinkan orang;

Semoga Bermanfaat, Amin.

9 SITI JUNJUNGAN BAGI WANITA

1) Siti Khadijah
- Beliau merupakan istri Rasulullah s.a.w yg melahirkan anak2 Rasulullah, setia dan menyokong Rasulullah walaupun ditentang hebat oleh org2 kafir dan musyrik, menghantarkan makanan kpd Baginda ketika Baginda beribadat di Gua Hira’.

2) Siti Fatimah
- Anak Rasulullah yg tinggi budi pekertinya.
Sangat kasih dan setia kpd suaminya Ali karamallahu wajhah walaupun Ali miskin.
Tidur berkongsikan 1 bantal dan kdg2 berbantalkan lengan Ali.
Rasulullah pernah b’kata aku takkan maafkan kamu wahai Fatimah sehinggalah Ali maafkan kamu.

3) Siti A’ishah
- Beliau istri Rasulullah yg paling romantis.
Sanggup berkongsi bekas makanan dan minuman dgn Rasulullah.
Di mana Nabi s.a.w minum di situ beliau akan minum menggunakan bekas yg sama

4) Siti Hajar
- Istri Nabi Ibrahim yg patuh kpd suami dan suruhan Allah.
Sanggup ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim atas suruhan Allah demi kebaikan.
Berjuang mencari air utk anaknya Nabi Ismail (Pengorbanan seorg ibu mithali).

5) Siti Mariam
- Wanita suci yg mmg pandai menjaga kehormatan diri
dan mempunyai maruah yg tinggi sehingga rahimnya dipilih oleh Allah s.w.t
utk mengandungkan Nabi Isa.

6) Siti Asiah
- Istri Firaun yg tinggi imannya
dan tidak gentar dgn ujian yg dihadapinya
drpd Firaun Laknatullah.

7) Siti Aminah
- Wanita mulia yg menjadi ibu kandung Rasullullah.
Mendidik baginda menjadi insan mulia.

8.) Siti Muti’ah
- Istri yg patut dicontohi dan dijanjikan Allah syurga untuknya
krna setianya kpd suami, menjaga makan minum, menyediakan tongkat utk
dipukul oleh suaminya sekiranya layanannya tidak memuaskan hati,
berhias dgn cantik utk tatapan suaminya saja.

9 ) Siti Zubaidah
- Wanita kaya dermawan yg menjadi istri Khalifah Harun Al-Rashid.
Sanggup membelanjakan semua hartanya utk membina terusan utk
kegunaan org ramai hanya niat kerana Allah s.w.t...

Semoga Kita bisa menjadi salah satu Diantaranya Ya Ukhti Fillah^__^

Aamiin....

PUASA MENURUT AL-QUR'AN

Al-Quran menggunakan kata shiyam sebanyak delapan kali, kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-Quran juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri untuk tidak bebicara:

Sesungguhnya Aku bernazar puasa (shauman), maka hari ini aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun (QS Maryam [19]: 26).

Demikian ucapan Maryam a.s. yang diajarkan oleh malaikat Jibril ketika ada yang mempertanyakan tentang kelahiran anaknya (Isa a.s.). Kata ini juga terdapat masing-masing sekali dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan, sekali dalam bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa "berpuasa adalah baik untuk kamu", dan sekali menunjuk kepada pelaku-pelaku puasa pria dan wanita, yaitu ash-shaimin wash-shaimat.

Kata-kata yang beraneka bentuk itu, kesemuanya terambil dari akar kata yang sama yakni sha-wa-ma yang dari segi bahasa maknanya berkisar pada "menahan" dan "berhenti atau "tidak bergerak". Kuda yang berhenti berjalan dinamai faras shaim. Manusia yang berupaya menahan diri dari satu aktivitas --apa pun aktivitas itu-- dinamai shaim (berpuasa). Pengertian kebahasaan ini, dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga shiyam hanya digunakan untuk "menahan diri dar makan, minum, dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari".

Kaum sufi, merujuk ke hakikat dan tujuan puasa, menambahkan kegiatan yang harus dibatasi selama melakukan puasa. Ini mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh bahkan hati dan pikiran dari melakukan segala macam dosa. Betapa pun, shiyam atau shaum --bagi manusia-- pada hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan diri. Karena itu pula puasa dipersamakan dengan sikap sabar, baik dari segi pengertian bahasa (keduanya berarti menahan diri) maupun esensi kesabaran dan puasa.

Hadis qudsi yang menyatakan antara lain bahwa, "Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya ganjaran" dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman-Nya dalam surat Az-Zumar (39): 10.

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. Orang sabar yang dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa.

Ada beberapa macam puasa dalam pengertian syariat/hukum sebagaimana disinggung di atas.

Puasa wajib pada bulan Ramadhan.
Puasa kaffarat, akibat pelanggaran, atau semacamnya.
Puasa sunnah.
PUASA RAMADHAN

Uraian Al-Quran tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat Al-Baqarah (2): 183, 184, 185, dan 187. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, karena ulama Al-Quran sepakat bahwa surat Al-Baqarah turun di Madinah. Para sejarawan menyatakan bahwa kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan ditetapkan Allah pada 10 Sya'ban tahun kedua Hijrah. Apakah kewajiban itu langsung ditetapkan oleh Al-Quran selama sebutan penuh, ataukah bertahap? Kalau melihat sikap Al-Quran yang seringkali melakukan penahapan dalam perintah- perintahnya, maka agaknya kewajiban berpuasa pun dapat dikatakan demikian. Ayat 184 yang menyatakan ayyaman ma'dudat (beberapa hari tertentu) dipahami oleh sementara ulama sebagai tiga hari dalam sebutan yang merupakan tahap awal dari kewajiban berpuasa. Hari-hari tersebut kemudian diperpanjang dengan turunnya ayat 185:

Barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa (selama bulan itu), dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya.

Pemahaman semacam ini menjadikan ayat-ayat puasa Ramadhan terputus-putus tidak menjadi satu kesatuan. Merujuk kepada ketiga ayat puasa Ramadhan sebagai satu kesatuan, penulis lebih cenderung mendukung pendapat ulama yang menyatakan bahwa Al-Quran mewajibkannya tanpa penahapan. Memang, tidak mustahil bahwa Nabi dan sahabatnya telah melakukan puasa sunnah sebelumnya. Namun itu bukan kewajiban dari Al-Quran, apalagi tidak ditemukan satu ayat pun yang berbicara tentang puasa sunnah tertentu.

Uraian Al-Quran tentang kewajiban puasa di bulan Ramadhan, dimulai dengan satu pendahuluan yang mendorong umat islam untuk melaksanakannya dengan baik, tanpa sedikit kekesalan pun.

Perhatikan surat Al-Baqarah (2): 185. ia dimulai dengan panggilan mesra, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa." Di sini tidak dijelaskan siapa yang mewajibkan, belum juga dijelaskan berapa kewajiban puasa itu, tetapi terlebih dahulu dikemukakan bahwa, "sebagaimana diwajibkan terhadap umat-umat sebelum kamu." Jika demikian, maka wajar pula jika umat Islam melaksanakannya, apalagi tujuan puasa tersebut adalah untuk kepentingan yang berpuasa sendiri yakni "agar kamu bertakwa (terhindar dari siksa)."

Kemudian Al-Quran dalam surat A1-Baqarah (2): 186 menjelaskan bahwa kewajiban itu bukannya sepanjang tahun, tetapi hanya "beberapa hari tertentu," itu pun hanya diwajibkan bagi yang berada di kampung halaman tempat tinggalnya, dan dalam keadaan sehat, sehingga "barangsiapa sakit atau dalam perjalanan," maka dia (boleh) tidak berpuasa dan menghitung berapa hari ia tidak berpuasa untuk digantikannya pada hari-hari yang lain. "Sedang yang merasa sangat berat berpuasa, maka (sebagai gantinya) dia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." Penjelasan di atas ditutup dengan pernyataan bahwa "berpuasa adalah baik."

Setelah itu disusul dengan penjelasan tentang keistimewaan bulan Ramadhan, dan dari sini datang perintah-Nya untuk berpuasa pada bulan tersebut, tetapi kembali diingatkan bahwa orang yang sakit dan dalam perjalanan (boleh) tidak berpuasa dengan memberikan penegasan mengenai peraturan berpuasa sebagaimana disebut sebelumnya. Ayat tentang kewajiban puasa Ramadhan ditutup dengan "Allah menghendaki kemudahdn untuk kamu bukan kesulitan," lalu diakhiri dengan perintah bertakbir dan bersyukur. Ayat 186 tidak berbicara tentang puasa, tetapi tentang doa. Penempatan uraian tentang doa atau penyisipannya dalam uraian Al-Quran tentang puasa tentu mempunyai rahasia tersendiri. Agaknya ia mengisyaratkan bahwa berdoa di bu1an Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, dan karena itu ayat tersebut menegaskan bahwa "Allah dekat kepada hamba-hamba-Nya dan menerima doa siapa yang berdoa."

Selanjutnya ayat 187 antara lain menyangkut izin melakukan hubungan seks di malam Ramadhan, di samping penjelasan tentang lamanya puasa yang harus dikerjakan, yakni dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Banyak informasi dan tuntunan yang dapat ditarik dari ayat-ayat di atas berkaitan dengan hukum maupun tujuan puasa. Berikut akan dikemukan sekelumit baik yang berkaitan dengan hukum maupun hikmahnya, dengan menggarisbawahi kata atau kalimat dari ayat-ayat puasa di atas.

BEBERAPA ASPEK HUKUM BERKAITAN DENGAN PUASA

a. Faman kana minkum maridha (Siapa di antara kamu yang menderita sakit)

Maridh berarti sakit. Penyakit dalam kaitannya dengan berpuasa secara garis besar dapat dibagi dua:

Penderita tidak dapat berpuasa; dalam hal ini ia wajib berbuka; dan
Penderita dapat berpuasa, tetapi dengan mendapat kesulitan atau keterlambatan penyembuhan, maka ia dianjurkan tidak berpuasa.
Sebagian ulama menyatakan bahwa penyakit apa pun yang diderita oleh seseorang, membolehkannya untuk berbuka. Ulama besar ibnu Sirin, pernah ditemui makan di siang hari bukan Ramadhan, dengan alasan jari telunjuknya sakit. Betapa pun, harus dicatat, bahwa Al-Quran tidak merinci persolan ini. Teks ayat mencakup pemahaman ibnu Sirin tersebut. Namun demikian agaknya kita dapat berkata bahwa Allah Swt. sengaja memilih redaksi demikian, guna menyerahkan kepada nurani manusia masing-masing untuk menentukan sendiri apakah ia berpuasa atau tidak. Di sisi lain harus diingat bahwa orang yang tidak berpuasa dengan alasan sakit atau dalam perjalanan tetap harus menggantikan hari-hari ketika ia tidak berpuasa dalam kesempatan yang lain.

b. Aw'ala safarin (atau dalam perjalanan)

Ulama-ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berbuka puasa bagi orang yang sedang musafir. Perbedaan tersebut berkaitan dengan jarak perjalanan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jarak perjalanan tersebut sekitar 90 kilometer, tetapi ada juga yang tidak menetapkan jarak tertentu, sehingga seberapa pun jarak yang ditempuh selama dinamai safar atau perjalanan, maka hal itu merupakan izin untuk memperoleh kemudahan (rukhshah).

Perbedaan lain berkaitan dengan 'illat (sebab) izin ini. Apakah karena adanya unsur safar (perjalanan) atau unsur keletihan akibat perjalanan. Di sini, dipermasalahkan misalnya jarak antara Jakarta-Yogya yang ditempuh dengan pesawat kurang dari satu jam, serta tidak meletihkan, apakah ini dapat dijadikan alasan untuk berbuka atau meng-qashar shalat atau tidak. Ini antara lain berpulang kepada tinjauan sebab izin ini.

Selanjutnya mereka juga memperselisihkan tujuan perjalanan yang membolehkan berbuka (demikian juga qashar dan menjamak shalat). Apakah perjalanan tersebut harus bertujuan dalam kerangka ketaatan kepada Allah, misalnya perjalanan haji, silaturahmi, belajar, atau termasuk juga perjalanan bisnis dan mubah (yang dibolehkan) seperti wisata dan sebagainya? Agaknya alasan yang memasukkan hal-hal di atas sebagai membolehkan berbuka, lebih kuat, kecuali jika perjalanan tersebut untuk perbuatan maksiat, maka tentu yang bersangkutan tidak memperoleh izin untuk berbuka dan atau menjamak shalatnya. Bagaimana mungkin orang yang durhaka memperoleh rahmat kemudahan dari Allah Swt.?

Juga diperselisihkan apakah yang lebih utama bagi seorang musafir, berpuasa atau berbuka? Imam Malik dan imam Syafi'i menilai bahwa berpuasa lebih utama dan lebih baik bagi yang mampu, tetapi sebagian besar ulama bermazhab Maliki dan Syafi'i menilai bahwa hal ini sebaiknya diserahkan kepada masing-masing pribadi, dalam arti apa pun pilihannya, maka itulah yang lebih baik dan utama. Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah riwayat dari imam Bukhari dan Muslim melalui Anas bin Malik yang menyatakan bahwa, "Kami berada dalam perjalanan di bulan Ramadhan, ada yang berpuasa dan adapula yang tidak berpuasa. Nabi tidak mencela yang berpuasa, dan tidak juga (mereka) yang tidak berpuasa."

Memang ada juga ulama yang beranggapan bahwa berpuasa lebih baik bagi orang yang mampu. Tetapi, sebaliknya, ada pula yang menilai bahwa berbuka lebih baik dengan alasan, ini adalah izin Allah. Tidak baik menolak izin dan seperti penegasan Al-Quran sendiri dalam konteks puasa, "Allah menghendaki kemudahan untuk kamu dan tidak menghendaki kesulitan."

Bahkan ulama-ulama Zhahiriyah dan Syi'ah mewajibkan berbuka, antara lain berdasar firman-Nya dalam lanjutan ayat di atas, yaitu:

c. Fa 'iddatun min ayyamin ukhar (sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain).

Ulama keempat mazhab Sunnah menyisipkan kalimat untuk meluruskan redaksi di atas, sehingga terjemahannya lebih kurang berbunyi, "Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (dan ia tidak berpuasa), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."

Kalimat "lalu ia tidak berpuasa" adalah sisipan yang oleh ulama perlu adanya, karena terdapat sekian banyak hadis yang membolehkan berpuasa dalam perjalanan, sehingga kewajiban mengganti itu, hanya ditujukan kepada para musafir dan orang yang sakit tetapi tidak berpuasa.

Sisipan semacam ini ditolak oleh ulama Syi'ah dan Zhahiriyah, sehingga dengan demikian --buat mereka-- menjadi wajib bagi orang yang sakit dan dalam perjalanan untuk tidak berpuasa, dan wajib pula menggantinya pada hari-hari yang lain seperti bunyi harfiah ayat di atas.

Apakah membayar puasa yang ditinggalkan itu harus berturut-turut? Ada sebuah hadis --tetapi dinilai lemah-- yang menyatakan demikian. Tetapi ada riwayat lain melalui Aisyah r.a. yang menginformasikan bahwa memang awalnya ada kata pada ayat puasa yang berbunyi mutatabi'at, yang maksudnya memerintahkan penggantian (qadha') itu harus dilakukan bersinambung tanpa sehari pun berbuka sampai selesainya jumlah yang diwajibkan. Tetapi kata mutatabi'at dalam fa 'iddatun min ayyamin ukhar mutatabi'at yang berarti berurut atau bersinambung itu, kemudian dihapus oleh Allah Swt. Sehingga akhirnya ayat tersebut tanpa kata ini, sebagaimana yang tercantum dalam Mushaf sekarang.

Meng-qadha' (mengganti) puasa, apakah harus segera, dalam arti harus dilakukannya pada awal Syawal, ataukah dapat ditangguhkan sampai sebelum datangnya Ramadhan berikut? Hanya segelintir kecil ulama yang mengharuskan sesegera mungkin, namun umumnya tidak mengharuskan ketergesaan itu, walaupun diakui bahwa semakin cepat semakin baik. Nah, bagaimana kalau Ramadhan berikutnya sudah berlalu, kemudian kita tidak sempat menggantinya, apakah ada kaffarat akibat keterlambatan itu? Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad, berpendapat bahwa di samping berpuasa, ia harus membayar kaffarat berupa memberi makan seorang miskin; sedangkan imam Abu Hanifah tidak mewajibkan kaffarat dengan alasan tidak dicakup oleh redaksi ayat di atas.

d. Wa 'alal ladzina yuthiqunahu fidyatun tha'amu miskin (Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin) (QS Al-Baqarah [2]: 184).

Penggalan ayat ini diperselisihkan maknanya oleh banyak ulama tafsir. Ada yang berpendapat bahwa pada mulanya Allah Swt. memberi alternatif bagi orang yang wajib puasa, yakni berpuasa atau berbuka dengan membayar fidyah. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang para musafir dan orang sakit, yakni bagi kedua kelompok ini terdapat dua kemungkinan: musafir dan orang yang merasa berat untuk berpuasa, maka ketika itu dia harus berbuka; dan ada juga di antara mereka, yang pada hakikatnya mampu berpuasa, tetapi enggan karena kurang sehat dan atau dalam perjalanan, maka bagi mereka diperbolehkan untuk berbuka dengan syarat membayar fidyah.

Pendapat-pendapat di atas tidak populer di kalangan mayoritas ulama. Mayoritas memahami penggalan ini berbicara tentang orang-orang tua atau orang yang mempunyai pekerjaan yang sangat berat, sehingga puasa sangat memberatkannya, sedang ia tidak mempunyai sumber rezeki lain kecuali pekerjaan itu. Maka dalam kondisi semacam ini. mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dengan syarat membayar fidyah. Demikian juga halnya terhadap orang yang sakit sehingga tidak dapat berpuasa, dan diduga tidak akan sembuh dari penyakitnya. Termasuk juga dalam pesan penggalan ayat di atas adalah wanita-wanita hamil dan atau menyusui. Dalam hal ini terdapat rincian sebagai berikut:

Wanita yang hamil dan menyusui wajib membayar fidyah dan mengganti puasanya di hari lain, seandainya yang mereka khawatirkan adalah janin atau anaknya yang sedang menyusui. Tetapi bila yang mereka khawatirkan diri mereka, maka mereka berbuka dan hanya wajib menggantinya di hari lain, tanpa harus membayar fidyah.

Fidyah dimaksud adalah memberi makan fakir/miskin setiap hari selama ia tidak berpuasa. Ada yang berpendapat sebanyak setengah sha' (gantang) atau kurang lebih 3,125 gram gandum atau kurma (makanan pokok). Ada juga yang menyatakan satu mud yakni sekitar lima perenam liter, dan ada lagi yang mengembalikan penentuan jumlahnya pada kebiasaan yang berlaku pada setiap masyarakat.

e. Uhilla lakum lailatash-shiyamir-rafatsu ila nisa'ikum (Dihalalkan kepada kamu pada malam Ramadhan bersebadan dengan istri-istrimu) (QS Al-Baqarah [2]: 187)

Ayat ini membolehkan hubungan seks (bersebadan) di malam hari bulan Ramadhan, dan ini berarti bahwa di siang hari Ramadhan, hubungan seks tidak dibenarkan. Termasuk dalam pengertian hubungan seks adalah "mengeluarkan sperma" dengan cara apa pun. Karena itu walaupun ayat ini tak melarang ciuman, atau pelukan antar suami-istri, namun para ulama mengingatkan bahwa hal tersebut bersifat makruh, khususnya bagi yang tidak dapat menahan diri, karena dapat mengakibatkan keluarnya sperma. Menurut istri Nabi, Aisyah r.a., Nabi Saw. pernah mencium istrinya saat berpuasa. Nah, bagi yang mencium atau apa pun selain berhubungan seks, kemudian ternyata "basah", maka puasanya batal; ia harus menggantinya pada hari lain. Tetapi mayoritas ulama tidak mewajibkan yang bersangkutan membayar kaffarat, kecuali jika ia melakukan hubungan seks (di siang hari), dan kaffaratnya dalam hal ini berdasarkan hadis Nabi adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka ia harus memerdekakan hamba. Jika tidak mampu juga, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin.

Bagi yang melakukan hubungan seks di malam hari, tidak harus mandi sebelum terbitnya fajar. Ia hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari --paling tidak dalam batas waktu yang memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci pada waktunya. Demikian pendapat mayoritas ulama.

f. Wakulu wasyrabu hatta yatabayyana lakumul khaith al-abyadhu minal khaithil aswadi minal fajr (Makan dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar).

Ayat ini membolehkan seseorang untuk makan dan minum (juga melakukan hubungan seks) sampai terbitnya fajar.

Pada zaman Nabi, beberapa saat sebelum fajar, Bilal mengumandangkan azan, namun beliau mengingatkan bahwa bukan itu yang dimaksud dengan fajar yang mengakibatkan larangan di atas. Imsak yang diadakan hanya sebagai peringatan dan persiapan untuk tidak lagi melakukan aktivitas yang terlarang. Namun bila dilakukan, maka dari segi hukum masih dapat dipertanggungjawabkan selama fajar (waktu subuh belum masuk). Perlu dingatkan, bahwa hendaknya kita jangan terlalu mengandalkan azan, karena boleh jadi muazin mengumandangkan azannya setelah berlalu beberapa saat dari waktu subuh. Karena itu sangat beralasan untuk menghentikan aktivitas tersebut saat imsak.

g. Tsumma atimmush shiyama ilal lail (Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam).

Penggalan ayat ini datang setelah ada izin untuk makan dan minum sampai dengan datangnya fajar.

Puasa dimulai dengan terbitnya fajar, dan berakhir dengan datangnya malam. Persoalan yang juga diperbincangkan oleh para ulama adalah pengertian malam. Ada yang memahami kata malam dengan tenggelamnya matahari walaupun masih ada mega merah, dan ada juga yang memahami malam dengan hilangnya mega merah dan menyebarnya kegelapan. Pendapat pertama didukung oleh banyak hadis Nabi Saw., sedang pendapat kedua dikuatkan oleh pengertian kebahasaan dari lail yang diterjemahkan "malam". Kata lail berarti "sesuatu yang gelap" karenanya rambut yang berwarna hitam pun dinamai lail.

Pendapat pertama sejalan juga dengan anjuran Nabi Saw. untuk mempercepat berbuka puasa, dan memperlambat sahur pendapat kedua sejalan dengan sikap kehatian-hatian karena khawatir magrib sebenarnya belum masuk.

Demikian sedikit dari banyak aspek hukum yang dicakup oleh ayat-ayat yang berbicara tentang puasa Ramadhan.



TUJUAN BERPUASA

Secara jelas Al-Quran menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan adalah untuk mencapai ketakwaan atau la'allakum tattaqun. Dalam rangka memahami tujuan tersebut agaknya perlu digarisbawahi beberapa penjelasan dari Nabi Saw. misalnya, "Banyak di antara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu daripuasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga." Ini berarti bahwa menahan diri dari lapar dan dahaga bukan tujuan utama dari puasa. Ini dikuatkan pula dengan firman-Nya bahwa "Allah menghendaki untuk kamu kemudahan bukan kesulitan."

Di sisi lain, dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, "Semua amal putra-putri Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjaran atasnya."

Ini berarti pula bahwa puasa merupakan satu ibadah yang unik. Tentu saja banyak segi keunikan puasa yang dapat dikemukakan, misalnya bahwa puasa merupakan rahasia antara Allah dan pelakunya sendiri. Bukankah manusia yang berpuasa dapat bersembunyi untuk minum dan makan? Bukankah sebagai insan, siapa pun yang berpuasa, memiliki keinginan untuk makan atau minum pada saat-saat tertentu dari siang hari puasa? Nah, kalau demikian, apa motivasinya menahan diri dan keinginan itu? Tentu bukan karena takut atau segan dari manusia, sebab jika demikian, dia dapat saja bersembunyi dari pandangan mereka. Di sini disimpulkan bahwa orang yang berpuasa, melakukannya demi karena Allah Swt. Demikian antara lain penjelasan sementara ulama tentang keunikan puasa dan makna hadis qudsi di atas.

Sementara pakar ada yang menegaskan bahwa puasa dilakukan manusia dengan berbagai motif, misalnya, protes, turut belasungkawa, penyucian diri, kesehatan, dan sebagai-nya. Tetapi seorang yang berpuasa Ramadhan dengan benar, sesuai dengan cara yang dituntut oleh Al-Quran, maka pastilah ia akan melakukannya karena Allah semata.

Di sini Anda boleh bertanya, "Bagaimana puasa yang demikian dapat mengantarkan manusia kepada takwa?" Untuk menjawabnya terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud dengan takwa.



PUASA DAN TAKWA

Takwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi, atau menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah secara harfiah berarti, "Hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah"

Makna ini tidak lurus bahkan mustahil dapat dilakukan makhluk. Bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan "Dia (Allah) bersama kamu di mana pun kamu berada." Karena itu perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertakwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah.

Sebagaimana kita ketahui, siksa Allah ada dua macam.

Siksa di dunia akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan yang ditetapkan-Nya berlaku di alam raya ini, seperti misalnya, "Makan berlebihan dapat menimbulkan penyakit," "Tidak mengendalikan diri dapat menjerumuskan kepada bencana", atau "Api panas, dan membakar", dan hukum-hukum alam dan masyarakat lainnya.
Siksa di akhirat, akibat pelanggaran terhadap hukum syariat, seperti tidak shalat, puasa, mencuri, melanggar hak-hak manusia, dan 1ain-lain yang dapat mengakibatkan siksa neraka.
Syaikh Muhammad Abduh menulis, "Menghindari siksa atau hukuman Allah, diperoleh dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkan-Nya. Hal ini dapat terwujud dengan rasa takut dari siksaan dan atau takut dari yang menyiksa (Allah Swt ). Rasa takut ini, pada mulanya timbul karena adanya siksaan, tetapi seharusnya ia timbul karena adanya Allah Swt. (yang menyiksa)."

Dengan demikian yang bertakwa adalah orang yang merasakan kehadiran Allah Swt. setiap saat, "bagaikan melihat-Nya atau kalau yang demikian tidak mampu dicapainya, maka paling tidak, menyadari bahwa Allah melihatnya," sebagaimana bunyi sebuah hadis.

Tentu banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut, antara 1ain dengan jalan berpuasa. Puasa seperti yang dikemukakan di atas adalah satu ibadah yang unik. Keunikannya antara lain karena ia merupakan upaya manusia meneladani Allah Swt.



PUASA MENELADANI SIFAT-SIFAT ALLAH

Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Nabi Saw. memerintahkan, "Takhallaqu bi akhlaq Allah" (Berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah).

Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah Swt. memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:

Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri? (QS Al-An'am [6]: 101)

Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak (QS Al-Jin [72]: 3).

Al-Quran juga memerintahkan Nabi Saw. untuk menyampaikan,

Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...? (QS Al-An'am [6]: 14).

Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada.

Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai.

Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi lapar dan dahaga-- sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi Saw. menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."



PUASA UMAT TERDAHULU

Puasa telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Kama kutiba 'alal ladzina min qablikum (Sebagaimana diwajibkan atas (umat-umat) yang sebelum kamu). Dari segi ajaran agama, para ulama menyatakan bahwa semua agama samawi, sama dalam prinsip-prinsip pokok akidah, syariat, serta akhlaknya. Ini berarti bahwa semua agama samawi mengajarkan keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian. Shalat, puasa, zakat, dan berkunjung ke tempat tertentu sebagai pendekatan kepada Allah adalah prinsip-prinsip syariat yang dikenal dalam agama-agama samawi. Tentu saja cara dan kaifiatnya dapat berbeda, namun esensi dan tujuannya sama.

Kita dapat mempertanyakan mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat islam dan umat-umat terdahulu?

Manusia memiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Binatang --khususnya binatang-binatang tertentu-- tidak demikian. Nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga --misalnya-- ada waktu atau musim berhubungan seks bagi mereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara kelangsungan hidup binatang yang bersangkutan, dan atau menghindarkannya dari kebinasaan.

Manusia sekali lagi tidak demikian. Kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya. Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata menjadikannya lesu sepanjang hari.

Syahwat seksual juga demikian. Semakin dipenuhi semakin haus bagaikan penyakit eksim semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut, tetapi tanpa disadari menimbulkan borok.

Potensi dan daya manusia --betapa pun besarnya-- memiliki keterbatasan, sehingga apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu --arah pemenuhan kebutuhan faali misalnya-- maka arah yang lain, --mental spiritual-- akan terabaikan. Nah, di sinilah diperlukannya pengendalian. Sebagaimana disinggung di atas, esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri. Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa.

Puasa dengan demikian dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al-Quran.

Dari penjelasan ini, kita dapat melangkah untuk menemukan salah satu jawaban tentang rahasia pemilihan bentuk redaksi pasif dalam menetapkan kewajiban puasa. Kutiba 'alaikumush shiyama (diwajibkan atas kamu puasa), tidak menyebut siapa yang mewajibkannya?

Bisa saja dikatakan bahwa pemilihan bentuk redaksi tersebut disebabkan karena yang mewajibkannya sedemikian jelas dalam hal ini adalah Allah Swt. Tetapi boleh jadi juga untuk mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang mewajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa, dan akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Terbukti motivasi berpuasa (tidak makan atau mengendalikan diri) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan, atau kecantikan tubuh, dan bukankah pula kepentingan pengendalian diri disadari oleh setiap makhluk yang berakal?

Di sisi lain bukankah Nabi Saw. bersabda, "Seandainya umatku mengetahui ( semua keistimewaan ) yang dikandung oleh Ramadhan, niscaya mereka mengharap seluruh bulan menjadi Ramadhan."

KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN

Dalam rangkaian ayat-ayat yang berbicara tentang puasa, Allah menjelaskan bahwa Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan. Dan pada ayat lain dinyatakannya bahwa Al-Quran turun pada malam Qadar, Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada Lailat Al-Qadr.

Ini berarti bahwa di bulan Ramadhan terdapat malam Qadar itu, yang menurut Al-Quran lebih baik dari seribu bulan. Para malaikat dan Ruh (Jibril) silih berganti turun seizin Tuhan, dan kedamaian akan terasa hingga terbitnya fajar.

Di sisi lain --sebagaimana disinggung pada awal uraian-- bahwa dalam rangkaian ayat-ayat puasa Ramadhan, disisipkan ayat yang mengandung pesan tentang kedekatan Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya serta janji-Nya untuk mengabulkan doa --siapa pun yang dengan tulus berdoa.

Dari hadis-hadis Nabi diperoleh pula penjelasan tentang keistimewaan bulan suci ini. Namun seandainya tidak ada keistimewaan bagi Ramadhan kecuali Lailat Al-Qadr, maka hal itu pada hakikatnya telah cukup untuk membahagiakan manusia.

Sabtu, 09 Juli 2011

KENAPA HARUS BERSHALAWAT KEPADA NABI?

Sesungguhnya Shalawat
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam memiliki kedudukan
yang tinggi di dalam hati
setiap muslim, dan
bershalawat merupakan bagian dari perintah Allah
Subhanahu waTa’ala, artinya,
“Sesungguhnya Allah dan para
Malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Wahai orang-
orang yang beriman! Bershalawatlah kalian untuk
Nabi dan ucapkanlah dengan
penuh penghormatan.”( QS. Al-Ahzab: 56) Rasulullah S.A.W telah
bersabda bahwa, "Malaikat
Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail
A.S. telah berkata kepadaku. Berkata Jibril A.S. : "Wahai
Rasulullah, barang siapa yang
membaca sholawat ke atasmu
tiap-tiap hari sebanyak
sepuluh kali, maka akan saya
bimbing tangannya dan akan saya bawa dia melintasi titian
seperti kilat menyambar." Berkata pula Mikail A.S. :
"Mereka yang bershalawat ke
atas kamu akan aku beri
mereka itu minum dari
telagamu." Berkata pula Israfil A.S. :
"Mereka yang bershalawat
kepadamu akan aku sujud
kepada Allah S.W.T dan aku
tidak akan mengangkat
kepalaku sehingga Allah S.W.T mengampuni orang itu." Malaikat Izrail A.S pula
berkata : "Bagi mereka yang
bershalawat ke atasmu, akan
aku cabut ruh mereka itu
dengan selembut-lembut nya seperti aku mencabut ruh para
nabi-nabi." *************** ** Di antara bentuk Shalawat
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam yang paling shahih,
yaitu: Asy-Syaikhan (al-Bukhari dan
Muslim rahimahumallah)
meriwayatkan dari Ka’ab bin
‘Ujrah radiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam keluar kepada kami, maka kami berkata, “Wahai
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam, kami telah
mengetahui, bagaimana
mengucapkan salam kepada
engkau. Maka bagaimana kami bershalawat kepada engkau?”
Beliau berkata, “Ucapkanlah
oleh kalian: Allaahumma Shalli ‘Alaa
Sayyidinaa Muhammadiw
Wa'alaa Aali Sayyidinaa
Muhammadin. Kamaa Shallaita
'Alaa Sayyidinaa Ibraahiim Wa
'Alaa Aali Sayyidinaa Ibraahiim. Wa Baarik 'Alaa
Sayyidinaa Muhammad Wa
'Alaa Aali Sayyidinaa
Muhammad. Kamaa Baarakta
'Alaa Sayyidinaa Ibraahiim Wa
'Alaa Aali Sayyidinaa Ibraahiim. Fil-'Aalamiina
Innaka Hamiidum Majiid Ya Allah! limpahkanlah
shalawat kepada Muhammad
dan keluarganya, sebagaimana
Engkau telah melimpahkan
shalawat kepada (Ibrahim dan
kepada) keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Mahamulia. Dan
limpahkanlah berkah kepada
Muhammad dan kepada
keluarganya,seb agaimana Engkau telah melimpahkan
berkah kepada (Ibrahim dan
kepada) keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha mulia.
( HR Bukhari, Muslim, Nasa'i dalam "Amalul Yaumi Wal
Lailah" (162/54)
Humaidi(138/1) dan Ibnu
Mandah(68/2) dan ia berkata :
"Hadits ini telah
disepakati akan kesahihannya". ) DALIL MEMBACA SHALAWAT
KEPADA RASULULLAH SAW 1.“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bersholawat untuk Nabi,
Wahai orang yang beriman !
Bersholawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam
dengan penuh penghormatan kepadanya” (Al-Ahzab 56) Ibnu Katsir rahimahullaah
berkata, “Maksud dari ayat ini
adalah, bahwa Allah
Subhanahu waTa’ala
mengabarkan kepada para
hamba-Nya, tentang kedudukan hamba dan Nabi-
Nya di sisi-Nya dan di sisi para
makhluk yang tinggi
(Malaikat). Dan bahwasanya
Allah Subhanahu waTa’ala
memuji beliau di hadapan para Malaikatnya, dan para Malaikat
pun bershalawat kepada beliau
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Kemudian Allah Subhanahu
waTa’ala memerintahkan
penduduk bumi untuk bershalawat dan
mengucapkan salam kepada
beliau shallallaahu ‘alaihi
wasallam, supaya terkumpul
pujian terhadap beliau dari
peghuni dua alam, alam atas (langit) dan alam bawah
(bumi) secara bersama-sama.
”( Tasir Ibnu Katsir Jilid 3 hal 514) 2.“Siapa yang membacakan
salawat untukku satu kali,
maka Allah akan menurunkan
rahmat kepadanya sepuluh
kali ( HR. Muslim)” 3.Ibnu Mas’ud berkata
Rasulullah saw. Bersabda “
Orang yang terdekat
kepadaku pada hari kiamat,
ialah orang yang banyak
membaca sholawat untukku (HR. At-Tirmidzi)” 4,“Sesungguhnya yang lebih utama dari hari-harimu ialah
hari Jum’at, maka
perbanyaklah membaca
sholawat untukku di hari itu,
karena sesungguhnya bacaan
sholawatmu itu dihidangkan untukku (HR. Abu Dawud)” 5,“ Tiada seorang yang
mengucapkan salam
kepadaku, melainkan Allah
mengembalikan ruhku hingga
dapat menjawab salam (HR.
Abu Dawud)” 6.“Sesungguhnya doa itu mauquf (terhenti) di antara
langit dan bumi, tidak naik
sedikit pun darinya sehingga
engkau bersholawat kepada
nabimu
( HR. At-Turmudzi)” 7.“Orang yang kikir yaitu
yang disebut namaku
kepadanya lalu ia tidak
membaca sholawat untukku
(HR. A-Turmudzi)”
8.Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Siapa saja
yang bershalawat kepadaku
satu shalawat, Allah akan
bershalawat kepadanya sepuluh.
(HR. Muslim, hadits no.408) 9.Dari Abu Darda radiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Siapa saja yang
bershalawat kepadaku
sepuluh kali di waktu pagi dan sore, maka dia akan
mendapatkan syafa’atku pada
hari Kiamat.”
(Hadis hasan, Shahih al-Jami’
oleh al-Albani hadits no.6357) Peringatan Terhadap Orang
Yang Meninggalkan Shalawat
Secara Sengaja Imam at-Tirmidzi rahimahullah
meriwayatkan dari Abu
Hurairah radiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Terhinalah seseorang yang namaku disebut di sisinya,
tetapi dia tidak bershalawat
kepadaku.”
(hadits shahih, Shahih at-
Tirmidzi hadits no.2870) Beliau juga meriwayatkan dari
Ali bin Abi Thalib radiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Orang yang bakhil
(kikir) adalah orang yang apabila namaku disebut di
sisinya, dia tidak bershalawat
kepadaku.”
(hadits shahih, Shahih at-
Tirmidzi hadits no.2811) Waktu-waktu yang
Disunnahkan untuk
Mengucapkan Shalawat Para ulama menyebutkan ada
waktu-waktu dan kondisi-
kondisi yang disunahkan untuk bershalawat, dan
mungkin secara singkat
penjelasannya sebagai berikut: 1. Setelah mendengar dan
mengikuti ucapan muadzin
ketika adzan.
2. Ketika masuk dan keluar
masjid.
3. Setelah tasyahud (tahiyat) akhir di dalam shalat.
4. Setelah doa qunut.
5. Di dalam shalat Jenazah
setelah takbir yang kedua.
6. Sebelum dan sesudah
berdoa. 7. Ketika berkhutbah jum’at,
I’ed, Istisqa dan lain-lain
(khusus bagi khatib).
8. Ketika disebut nama beliau
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
9. Ketika berada di Shafa dan Marwah bagi orang yang
sedang Haji atau Umrah.
10.Hari jum’at.
11.Ketika pagi dan sore.
12.Ketika menutup sebuah
majelis atau pertemuan (taklim, kajian, pelajaran dll)
13.Ketika menyampaikan
pelajaran dan ketika
selesainya.
14. Di antara takbir-takbir
dalam shalat I’ed (Asy-Syifaa, oleh al-Qadhi ‘Iyadh, dan
Jalaaul Afham). Imam Ibnul Qoyyim
rahimahullah menyebutkan
secara garis besar tentang buah
dari shalawat kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam, di
antaranya: 1. Shalawat termasuk bentuk
ketaatan kepada Allah
Subhanahu waTa’ala
2. Sebab untuk mendapatkan
kebaikan, dinaikkan derajat
dan penghapusan dosa. 3. Mendapat Syafa’at beliau
pada hari kiamat.
4. Sebab untuk mendapatkan
kedekatan dengan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam
pada hari kiamat. 5. Sebab shalawat (do’a) Allah
dan Malaikat kepada kita.
6. Sebab dikabulkannya do’a.
7. Sebab pengampunan dosa
dan pengusir kegundahan.
8. Sebab untuk mendapatkan majelis yang baik (berkah).
9. Menghindarkan sifat bakhil
dari orang yang bershalawat.
10.Sebab untuk
melanggengkan dan
meningkatkan cinta kita kepada Nabishallallaah u ‘alaihi wasallam.
11.Terkandung di dalamnya
syukur, dan pengakuan
terhadap nikmat Allah.
12.Sebab untuk mendapatkan
berkah bagi jiwa, umur dan amalannya dan sebab
kebaikannya (Jalaaul Afham
hal. 612-626) *************** ****

AMALAN AGAR DIPERTEMUKAN JODOH YANG BAIK

Bingung karena Jodoh anda
masih belum di pertemukan
Allah?
yang sabar aja. Berikut ini ada solusi yang
dikutip dari facebooknya
ustad Yusuf Mansur agar anda
dapat jodoh yang terbaik.
Meski artikel tips berikut ini
agak panjang yang sabar aja membacanya. dari pada
jodohnya gak ketemu-ketemu
mending yang sabar baca tips
mencari jodoh dari ustad
mansur ini. silakan dibaca
jangan lupa baca basmalahnya. Assalamu’alaiku m wrwb. Cara gampang cari jodoh
terbaik adalah metode agar
Allah azza wajalla berkenan
membuka Rahasia Jodoh
Terbaik & Menghadirkannya . Anjuran penggunaan :
--------------- ----------- Sucikan diri (wudhu),
sholat sunah 2 rakaat,(Boleh
tahajud, hajat, ditambah
dhuha yg rutin)
berdoa,
siapkan Al Quran selanjutnya ikuti langkah awal menuju
solusi. Urutan yang harus dilakukan :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥♥ Merubah pemahaman untuk
merubah pola pikir lalu
mencari penyebab hambatan
untuk merubah pola ikhtiar. Pemahaman 1 :
--------------- --- Belum adanya jodoh bisa
disebabkan oleh hubungan
kita dengan Allah, keluarga,
lingkungan, teman bahkan diri
kita sendiri. Pemahaman 2 :
--------------- --- Pahami & Yakinlah bahwa
kelahiran, rejeki, jodoh &
kematian adalah rahasia Allah. QS 31:34 :
Sesungguhnya Allah hanya
pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari
kiamat, dan Dialah yang
menurunkan hujan & mengetahui apa yang ada
didalam rahim. Dan tiada
seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya
besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
dibumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha
Mengenal. Dari pemahaman 1 & 2
Jelaslah SEGERA RUBAH POLA
PIKIR ANDA DALAM MENCARI
JODOH! Perbaiki dulu Hubungan
dengan Allah baru berikhtiar
mencari hubungan perjodohan.
Selanjutnya adalah cara
memeriksa hubungan dengan
Allah yang terdiri dari hubungan dengan Allah, Orang
tua & sesama, periksalah! Apa
kita pernah percaya dengan
ramalan, datang ke orang
pinter, percaya kekuatan
selain Allah? HATI2 SAUDARAKU!
Dengan berbuat syirik dalam
perjodohan bikin anda malah
tertipu & menderita seumur
hidup, bisa jadi anda dijauhkan
dari yang semestinya jodoh terbaik atau bahkan tidak
menemukannya sama sekali. QS 31:33 :
Janganlah sekali-kali kamu
diperdayakan dunia &
diperdayakan para penipu
yang mengatasnamakan
Allah, bisa juga anda mendapat jodoh namun yang malah
membuat hidup anda tidak
tentram & tidak berkah sebab
akan berlaku hukum
keseimbangan Allah dalam
perjodohan. QS 24:3&26 :
....musyrik laki2 berjodoh
dengan musyrik perempuan,
laki2 yang berperilaku buruk
dengan perempuan yang
berperilaku buruk juga. Bukankah anda menginginkan
jodoh sebagaimana disebutkan
dalam QS 30:21 :
... salah satu tanda kekuasaan-
Mu adalah menjadikan
pasangan hidup dari jenis kami, yaitu manusia. Yang
demikian adalah agar kami
cenderung dan merasa tentram
kepadanya dan dijadikan-Nya
diantara kami rasa kasih dan
sayang. PERIKSALAH WAHAI
SAUDARAKU!
--------------- --------------- --------- Apakah sholat kita sudah
berkualitas?
Inginnya sih jodoh Allah
hadirkan tepat waktu tidak
telat2 tapi saat Allah
memanggil untuk sholat eh malah ditelat2in, telat juga deh
tuh jodoh.
QS 107:4-5 :
Maka kecelakaanlah bagi
orang2 yang shalat (yaitu)
orang2 yang lalai dari shalatnya. JUJURLAH WAHAI
SAUDARAKU!
--------------- --------------- ----- Apakah anda pernah
melakukan hubungan yang
melampui batas atau bahkan
berzina?
QS. 25:68-69 :
Barangsiapa yang melakukan yang demikian niscaya dia
mendapat pembalasan berlipat
sejak di dunia...salah satunya
jdoh yang tak kunjung hadir. PERIKSA HUBUNGAN KITA
DENGAN ORANG TUA,
--------------- --------------- ----------​---- --------------- adakah anda pernah menyakiti
atau mengkasari mereka
karena perbuatan tersebut
termasuk doa besar yang
menjauhkan rahmat Allah
(termasuk jodoh). QS. 17:23 :
Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat
baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya,
maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ah dan
janganlah kamu membentak
mereka, ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. PERIKSA HUBUNGAN
SILATURAHIM.
--------------- --------------- ----------​----
Putus silaturahim berakibat
putusnya rahmat (salah satu
bentuknya jodoh).
QS.49:10:
....sesungguhny a orang2 mukmin itu bersaudara.
Karena itu peliharalah
persaudaraan dan peliharalah
diri anda dihadapan Allah
supaya kamu mendapat
rahmat. PERIKSA DALAM HUBUNGAN
SEBELUMNYA
--------------- --------------- ----------​---- ------- (mis : mantan2) apakah ada
yang sampai tersakiti atau
terzalimi. Hindari doa orang
yang teraniaya/terza limi, karena doanya pasti
dikabulkan (kalo dia doakan
ga dapat jodoh bagaimana?). APAKAH ANDA PERNAH
BERGUNJING YANG
MENGARAH MENGADU DOMBA,
yang menyebabkan putusnya
tali silaturahim?
--------------- --------------- ----------​---- --------------- --------------- ----- QS 49:12 :
Hai orang2 yang beriman,
jauhilah kebanyakan
kecurigaan, karena sebagian
dari kecurigaan itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan
satu sama lain adakah seorang
diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bila anda pernah melakukan 1
saja dari hal diatas,
SEGERALAH lakukan langkah
lanjutan untuk MEMPERBAIKI
HUBUNGAN DENGAN ALLAH. LANGKAH 1 :
---------------
MOHON AMPUN ATAS
KESALAHAN & KEBURUKAN,
dasar ayat QS.66:8 :
Hai orang2 yang beriman Bertaubatlah kamu kepada
Allah dengan taubat yang
semurni-murniny a. Mudah2an Allah akan menutup
kesalahan2 kamu. Untuk tahap awal dan
sekaligus riyadhah
(membiasakan),u capkanlah KALIMAT ISTIGHFAR
(ASTAGHFIRULLAH )minimal 70-100 sehari semalam dasar al
hadits : Barangsiapa yang biasa
beristighfar Allah akan carikan
jalan Keluar Bagi Kesulitannya,
kelapangan bagi
kesempitannya & memberi rizki dari arah yang tidak
terduga. INGET JODOH JUGA
RIZKI loh.
QS 71:10-12 :
Maka Aku katakan kepada
mereka Mohon Ampunlah kepada Tuhanmu.
Sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat dan
membanyakkan harta dan anak2mu dan mengadakan
untukmu kebun2 dan
mengadakan pula didalamnya
untukmu sungai2. LANGKAH 2 :
--------------- - TINGKATKAN IBADAH,
PERBAIKI IBADAH.
Sekali lagi yakinkan diri akan
kuasa Allah. Insya Allah ada
saja jalan bagi kita termasuk
JALAN HADIRNYA PASANGAN HIDUP KITA-dasar
ayat QS 65:3-4 :
Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap2 sesuatu.
Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam
urusannya. Cobalah melakukan hal2
berikut ini :
PERBAIKI/LAZIMK AN WUDHU,
BIASAKAN SHOLAT AWAL
WAKTU DAN SHOLAT
BERJAMAAH,
BERDOA/BERDZIKI R SELEPAS SHOLAT,
PELIHARA SHOLAT SUNAH
SEBELUM & SESUDAH SHOLAT
FARDHU KECUALI SETELAH
SHOLAT SHUBUH DAN ASHAR,
BIASAKAN SHOLAT MALAM : TAHAJUD,HAJAT,I
STIKHOROH, TAUBAT, TASBIH,
WITIR.
Lakukanlah semampu
anda,dasar ayat QS 22:77 :
Hai orang2 yang beriman, ruku dan sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan berbuat
kebaikan supaya kamu
mendapatkan keberuntungan
dunia dan akhirat. LANGKAH 3 :
---------------
PASRAHKAN KEPADA ALLAH,
minta hanya kepada Allah
dasar ayat QS 65:3 :
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah,
niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya.
Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang
dikehendaki-Nya . LANGKAH 4 :
---------------
LURUSKAN NIAT.
Percayalah luruskan niat,
sucikan hati bahwa anda
menikah karena ingin mengikuti sunah rasul dan
mengharap ridho Allah (al
hadits) Pernikahan itu
menyempurnakan separuh
dari agama. LANGKAH 5 HILANGKAN EGO.
--------------- --------------- ------ Target/pilah pilih boleh2 aja
sih, tapi yang wajar sajalah
serahkan pilihan yang terbaik
hanya pada Allah melalui
shalat istikhoroh dan
musyawarah dengan keluarga, dasar ayat QS 2:221 :
Dan janganlah kamu
menikahkan orang2 musyrik,
sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik hatimu, mereka
mengajak keneraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya dan
menerangkan ayat2-Nya
(perintah2-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. LANGKAH 6 :
--------------- - PERBANYAK SILATURAHIM,
terutama kepada orang2 yang
pernah anda sakiti & minta
ridho orang tua. Barangsiapa
yang ingin diluaskan rejekinya
temasuk jodoh, sambunglah tali silaturahim dasar al hadits
untuk Ridho orangtua Raihlah
cinta orangtua supaya Allah
menghadirkan cinta buat anda. LANGKAH 7 :
--------------- - MENUTUP AURAT,
supaya anda tidak sesat
(menjauh dari jodoh anda)
dasar ayat QS 20:121 :
Maka keduanya memakan dari
buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya
aurat2nya dan mulailah
keduanya menutupnya
dengan daun2 (yang ada di)
surga dan durhakalah adam
kepada Tuhan dan Sesatlah ia. RAHASIA JODOH TERBAIK :
--------------- --------------- ---- Jodoh itu tergantung pada diri
kita sendiri, bila kita
berperilaku baik, maka jodoh
kitapun baik, jika perilaku kita
buruk, maka jangan
dipersalahkan jika jodoh kitapun berperilaku buruk.
Wanita yang keji adalah untuk
pria yang keji dan pria yang
keji adalah buat wanita yang
keji pula dan wanita yang baik
adalah untuk pria yang baik dan sebaliknya. Bagi mereka
ampunan dan rezeki yang
mulia (surga). LANGKAH ISTIMEWA :
--------------- ----------- MENOLONG YANG SEDANG
KESUSAHAN
misal bantulah saudara/kawan
yang mau menikah tapi
kekurangan/kesu litan dasar Al Hadits :
wawloohu fii awnii abdi ma
kanal abdu fii awni akhiihi,
Allah selalu berkenan
membantu hamba-Nya selama
hambaNya berkenan membantu saudaranya. SYARAT LANGKAH
ISTIMEWA :
--------------- --------------- ------- LAKUKAN DENGAN IKHLAS
DAN JANGAN HAPUS DENGAN
DOSA2,
hai orang yang beriman,
janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebut dan menyakiti perasaan si penerima. ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa bagi laki2 yang berharap
jodoh :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ROBBI HABLII MIILANDUNKA
ZAUJATAN THOYYIBAH
AKHTUBUHA WA
ATAZAWWAJ BIHA
WATAKUNA SHOIHIBATAN
LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH, artinya : Ya Robb berikanlah
kepadaku istri yang terbaik
dari sisi-Mu, istri yang aku
lamar dan nikahi dan istri yang
menjadi sahabatku dalam
urusan agama, urusan dunia dan akhirat. ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa bagi wanita yang
berharap jodoh :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ROBBI HABLII MIN LADUNKA
ZAUJAN THOYYIBAN
WAYAKUUNA SHOHIBAN LII
FIDDIINI WADDUNYAA WAL
AAKHIROH, artinya : Ya Robb berikanlah
kepadaku suami yang terbaik
dari sisi-Mu, suami yang juga
menjadi sahabatku dalam
urusan agama, urusan dunia &
akhirat. ==========
Doa tambahan :
========== HASBUNAWLOOH WANI-MAL
WAKIIL NI’MAL MAWLA
WANI’MAN NASHIIR, dasar ayat QS 9:129 :
Jika mereka berpaling (dari
keimanan), maka katakanlah :
Cukuplah Allah bagiku tidak
ada Tuhan selain DIA. Hanya
kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki Arsy yang agung. ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa untuk dapat jodoh dari
hadits :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ALLAAHUMMAFTAHL II HIKMATAKA WANSYUR
ALAYYA MIN KHOZAA INI
ROHMATIKA YAA ARHAMAR-
ROOHIMI N, artinya : Ya Allah bukakanlah
bagiku hikmamu dan
limpahkanlah padaku
keberkahanMu, wahai
Pengasih dan Penyayaang. LANGKAH ISTIMEWA,
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
puasa sunnah, coba mulai
sekarang sampai 40 hari
kedepan.
Barangsiapa yang membiasakan puasa doanya
cepat terkabul DOA TAMBAHAN2 :
============ ROBBANAA HABLANAA MIN
AZWAJINAA
WADZURRIYAATINA A QURROTA A’YUN WAJ ALNAA
LIL MUTTAQIINA IMAAMAA QS ; 25:74 :
Dan orang2 yang berkata : Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami istri2 kami dan
keturunan kami sebagai
penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi
orang2 yang bertakwa. Waassalamu’alai kum wr wb Nah Jika anda sudah
mengamalkan amalan-amalan
untuk memdapatkan jodoh
serta doa-doa untuk
mendapatkan jodoh, anda
tidak perlu lagi melihat ramalan jodoh karena hanya
akan mengganggu kosentrasi
anda. selamat malam. ===============
=============== ==========​ ==== ==== ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥​♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
===============
=============== ==========​ ==== ==== ****TAMBAHAN !!!! (Salah satu) Doa agar
mendptkn Jodoh ''Allahumma habli min ladunka
zawjan (zawjatan) hayyinan
layyinan marfuuan dzikruhu
fissamaai wal ardho warzuqni
minhu (minha) dzurriyyatan
thayyibatan 'aajilan ghairo 'aajilin innaka samii'ud du'aai '' Artinya ''Ya Allah karuniakanlah aku
dr sisi Mu suami (istri) yg baik
dan lembut (penyayang), yg
namanya harum di langit dan
bumi dan sepat anugerahilah
aku darinya keturunan yg baik. Sesungguhnya Engkau
Maha mengabulkan do'a'' Catatan:
Kata yg didalam kurung
(zawjatan) dan (minhaa)
dibaca bila yg bersangkutan
menginginkan istri ===============
=============== ===>>>>> Doa agar mendapatkan Jodoh
(untuk akhwat) "Allahumma inni uriidu an
atazawwaja, allahumma
faqoddirlii minarrijali
ahsanuhum kholqon
wakhulqon, wa awsa'ahum
rizqon, a a'zhomahum barokatan, warzuqni waladan
thoyyiban taj'aluhu fakhron
fii hayaati wafawzan ba'da
mautii '' ...
Artinya ''Ya Allah aku ingin menikah.
Ya Allah tetapkanlah untukku
pria yg paling tampan rupa
dan akhlaknya, yg palingluas
rezekinya, yg paling banyak
berkahnya dan karuniakanlah aku anak yg baik yg Engkau
jadikan ia sebagai
kebanggaanku dimasa
hidupku dan keberhasilan
setelah kematianku '' ===============
=============== ===>>>>> ...
Doa agar mendapatkan jodoh
(bagi ikhwan) ''Allahumma inni uriidu an
atazawwaja,
Allahumma faqoddirli
minannisaai a'affahunna
farojan, wa ahfazhohunna lii
fii nafsiha wafii maali, wa awsa'ahunna rizqon wa
a'zhomahunna barokatan,
waqoddirli minhaa waladan
thayyiban taj'aluhu kholfan
shoolihan fi hayaati wa ba'da
mauti '' ...
Artinya ''Ya Allah aku ingin menikah.
Ya Allah tetapkanlah untukku
wanita yg paling mulia
kehormatannya, yg paling
menjaga dirinya untukku dan
untuk hartaku, yg paling luas rezekinya, yg paling banyak
berkahnya, dan tetapkanlah
untukku darinya anak yg baik
yg Engkau jadikan ia sebagai
penerusku yg shaleh di masa
hidupku dan setelah kematianku '' ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa bagi laki2 yang berharap
jodoh :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ “ROBBI HABLII MILLADUNKA
ZAUJATAN THOYYIBAH
AKHTUBUHA WA
ATAZAWWAJ BIHA
WATAKUNA SHOOHIBATAN
LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”. “Ya Robb, berikanlah
kepadaku istri yang terbaik
dari sisi-Mu, istri yang aku
lamar dan nikahi dan istri yang
menjadi sahabatku dalam
urusan agama, urusan dunia dan akhirat”. ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa bagi wanita yang
berharap jodoh :
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ “ROBBI HABLII MILLADUNKA
ZAUJAN THOYYIBAN
WAYAKUUNA SHOOHIBAN LII
FIDDIINI WADDUNYAA WAL
AAKHIROH”. “Ya Robb, berikanlah
kepadaku suami yang terbaik
dari sisi-Mu, suami yang juga
menjadi sahabatku dalam
urusan agama, urusan dunia &
akhirat”. Doa yang lain yang bisa
diamalkan tiap shalat
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥ ALLAAHUMMAFTAHL II HIKMATAKA WANSYUR
‘ALAYYA MIN KHOZAA INI
ROHMATIKA YAA ARHAMAR-
ROOHIMI IN”. “Ya Allah bukakanlah bagiku
hikmah-Mu dan limpahkanlah
padaku keberkahan-Mu, wahai
Yang Maha Pengasih dan
Penyayang”. “ROBBI INNII LIMAA
ANZALTA ILAYYA MIN
KHOIRIN FAQIIR”. Ya Robb, sesungguhnya aku
sangat memerlukan suatu
kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku”. (Q.S. 28 :
24) “HASBUNALLOOH WANI’MAL
WAKIIL NI’MAL MAULA
WANI’MAN NASHIIR”. “Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung,
Dia adalah sebaik-baik
Pelindung dan sebaik-baik
Penolong”. (Q.S. 3 : 173 & 8 : 40). “ROBBANAA HABLANAA MIN
AZWAAJINAA
WADZURRIYYAATIN AA QURROTA A’YUN WAJ
‘ALNAA LIL MUTTAQIINA
IMAAMAA”. “Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami
istri2 kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati
(kami) dan jadikanlah kami
imam bagi orang2 yang bertakwa”. (Q.S. 25 : 74) ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Doa Minta Jodoh dan
Keturunan yang Baik
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ”Ya Tuhanku, janganlah
Engkau membiarkan aku
hidupku seorang diri, dan
Engkaulah pewaris yang
paling baik.”
(AlQuran: Al-Anbiya’: 89). “Ya Tuhanku, berilah aku dari
sisi-Mu seorang anak yang
baik. Sungguh Engkau Maha
Pendengar doa.” (Surah Al
‘Imran: 38). Penjelasan:
Doa di atas baik sekali dibaca
oleh orang-orang yang belum
mempunyai keturunan dan
pasangan hidup. Juga baik
sekali dibaca oleh setiap muslim agar diberi keturunan
yang soleh. Kedua ayat diatas merupakan
doanya Nabi Zakaria A.S. agar
diberi keturunan sebagai
penerus perjuangannya
menegakkan agama Allah. Kisah Nabi Zakaria boleh dilihat
dalam Al-Our’an Surah Al-
Anbiya’ ayat, 89-90; Al-Imran,
38-41. EXTRA TAMBAHAN
**************
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
-------Doa Minta Jodoh
Terbaik------- ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ Ya Allah,jika aku jatuh cinta,
cintakanlah aku pd seseorg yg
melabuhkan cintanya pdMU
agr bertambah kekuatan ku
utk mencintaiMu... Ya Muhaimin,jika aku jatuh
cinta,
jglah cintaku pdnya agar tdk
melebihi cintaku pada MU... Ya Allah, jika aku jatuh hati,
izinkanlah aku menyentuh
hati seseorg yg hatinya tertaut
padaMU ,
agar tdk terjatuh aku dlm
jurang cintaMU... Ya Rabbana jika aku jatuh
hati,
jglah hatiku pdnya agar tdk
berpaling pd hati MU... Ya Rabbul Izzati,jika aku
rindu,
rindukanlah aku pd seseorg yg
merindui syahid di jln MU... Ya Allah jika aku rindu,
jagalah rinduku pdnya agar
tdk lalai aku merindukan
syurga MU... Ya Allah jika aku menikmati
cinta kekasih MU,
jgnlah kenikmatan itu
melebihi kenikmatan indahnya
bermunajat di sepertiga malam
terakhirMu..... . Ya Allah jika kau jatuh hati pd
kekasih MU,jgn biarkan aku
tertatih dan terjatuh dlm
perjalanan pnjng menyeru
manusia kpdMU... Ya Allah jika Kau halalkan aku
merindui kekasih MU,
jgn biarkan aku melampaui
batas sehingga melupakan aku
pada cinta hakiki dan rindu
abadi hanya kepada Mu... Ya Allah engkau mengetahui
bahawa hati2 ini telah
berhimpun dalam cinta pada
Mu,telah berjumpa pd taat MU
telah bersatu dlm dakwah
pada MU,telah berpadu dlm membela syariat
Mu.kukuhkanlah ya Allah
ikatannya.kekal kanlah cintanya. tunjukkanlah
jln2nya .penuhilah hati-hati ini
dengan nur MU yang tiada
pernah pudar.lapangkan lah dada2 kami dgn limpahan
keimanan kepada MU dan
keindahan bertawakkal di
jalan MU............ Aamiin

TREND KAH??

Bismillaahirroh maanirrohiim Malam mingguan ... Gaya kaum
muda modern. Cara dan metoda ini dianggap
kalangan muda sebagai cara
yang dinamis, cara yang logis,
realistis dan rasional. Karena rasional, cara ini selalu
dikait-kaitkan dengan
kebebasan berpikir, kebebasan
memilih. Karena dinamis, cara ini
dianggap harus up to date, bisa
berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan jaman dan
modernisasi di berbagai
bidang. Cara yang dipelopori dengan
gaya apel, malam mingguan,
dan sejenis itu. Biasanya seorang cowok, yang
mulai naksir dengan cewek
tertentu, secara taktis melalui
surat atau 'tembak langsung',
mengajak wanita untuk
ketemuan di rumahnya. Si cowok yang berdatang ke
rumah si cewek, biasanya di
akhir pekan, malam minggu. Maka akhirnya dikenallah
istilah malam mingguan. Acara tandang itu disebut apel,
mirip-mirip dengan istilah apel
bendera setiap hari senin di
kantor dan sekolah. Istilah ini memang bukan baru
dan bukan tidak dikenal
sebelumnya. Tapi aplikasinya
semakin hari semakin marak
saja. Terciptalah yang anak muda
sekarang sebut dengan kata
pacaran. Dan budaya pacaran di luar
rumah, mulai merebak.
Mulailah bermunculan lokasi-
lokasi yang dipenuhi dengan
muda-mudi berpacaran. Kalau sebelumnya 'berpacaran'
model seperti itu hanya
dilakukan segelintir orang, dari
kalangan keluarga-keluar ga the have, dan dari kalangan
modernis tulen, saat itu
budaya pacaran sudah nyaris
milik siapa saja yang mau. Lokasinya juga bukan lagi
harus di kafe-kafe, restoran
atau minimal warung bakso,
tapi taman-taman kota, hingga
kebun-kebun kosong dan
semak-semak, tak jarang menjadi areal beroperasi
mereka. Melihat seorang pemudi
berjalan bergandengan tangan
dengan pemuda yang bukan
siapa-siapanya sudah menjadi
bukan saja lumrah, tapi
bahkan pemandangan yang umum di mana-mana. ............... ............... ............... ............... Pertanyaan ..
Berdua-duaan antara lelaki dan
perempuan yang bukan
mahram adalah haram.
Apakah pula hukumnya ibu
bapak yang mengizinkan anak perempuan mereka keluar
dengan teman lelaki berjalan-
jalan atau menonton film ? ... Jawaban,
Keluar rumah bersama lelaki
yang bukan mahram adalah
dilarang dan hukumnya
haram. Apa lagi menonton
film bersama teman lelaki juga adalah haram. Perbuatan ibu bapak yang
mengizinkan anak perempuan
mereka keluar rumah bersama
lelaki yang bukan mahram
juga haram. Dalam hal ini kesemua yang
terlibat berdosa. Lebih-lebih
lagi ibu bapak yang merestui
anak perempuannya
melanggar perintah Allah
Subhanahu Wa Ta ' ala. Apabila seorang lelaki
mendampingi seorang wanita
yang bukan mahram makhluk
yang ketiga yang bersama
ialah syaitan. Tugas syaitan yang dimaklumi
ialah senantiasa membisikkan
kejahatan dan kemungkaran
dalam telinga anak Adam. Berdua-duaan antara lelaki dan
perempuan adalah seperti
kapas yang berhampiran
dengan api, kapan saja bisa
mudah terbakar. Akhirnya, si anak perempuan
terjerumus pada zina. Mungkin juga membawa
pulang perut yang berisi anak
luar nikah sebagai "hadiah"
yang paling istimewa kepada
kedua ibu bapaknya yang
merestui perbuatan anaknya. Ketika itu, nasi sudah menjadi
bubur, arang sudah disapu ke
muka. Yang paling berharga bagi
manusia juga sudah tercemar
yaitu maruah keluarga. "Wahai orang-orang yang
beriman ! Peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaik at yang kasar, dan keras, yang
tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka
dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan" (At-Tahrin:6) semoga bermanfaat Salam Ikhlas Setulus Kasih
Karena Allah.

ANTARA DUA PILIHAN

Ada di tanganku dua buah
kotak yang telah ALLAH berikan padaku untuk
dijaga.
ALLAH berkata : "Masukkan semua
penderitaanmu ke dalam
kotak yang berwarna hitam.
Dan masukkan semua
kebahagiaanmu ke dalam
kotak yang berwarna emas." Aku melakukan apa yang
ALLAH katakan. Setiap kali mengalami
kesedihan..
maka aku letakkan ia ke
dalam kotak hitam. Sebaliknya ketika
bergembira..
maka aku letakkan
kegembiraanku dalam kotak
berwarna emas. Tapi anehnya, semakin hari
kotak berwarna emas
semakin bertambah berat. Sedangkan kotak berwarna
hitam tetap saja ringan seperti
semula.
Dengan penuh rasa penasaran,
aku membuka kotak
berwarna hitam. Kini aku tahu jawabannya. Aku melihat ada lubang besar
di dasar kotak berwarna
hitam itu,
sehingga semua penderitaan
yang aku masukkan ke sana
selalu jatuh keluar. Aku tunjukkan lubang itu
pada ALLAH dan bertanya,
"Kemanakah perginya semua
penderitaanku ?" ALLAH tersenyum hangat
padaku.
"Hamba-Ku, semua
penderitaanmu berada
padaKu." Aku bertanya kembali,
"Ya ALLAH, mengapa Engkau
memberikan dua buah kotak,
kotak emas dan kotak hitam
yang berlubang ?" "HambaKu, kotak emas
Kuberikan agarkau senantiasa
menghitung rahmat yang Aku
berikan padamu, sedangkan kotak hitam
Kuberikan agar kau
melupakan penderitaanmu." Ingat-ingatlah semua
kebahagiaanmu
agar kau senantiasa merasakan
kebahagiaan.
Campakkan penderitaanmu
agar kau melupakannya. Saat ALLAH belum menjawab
doamu,
Ia menambah
kesabaranmu.... . Saat ALLAH menjawab
doamu,
Ia menambah imanmu.... Saat ALLAH menjawab yg
bukan doamu,
Ia memilih yang terbaik
untukmu.......